Catatan
Hati di Setiap Sujudku
Sebelumnya hidupku
berjalan ibarat sebuah mobil kelas menengah dengan perawatan lumayan dan supir
yang handal, melaju dijalan antar kota yang lengang. Tak ada hambatan berarti
diperjalanan hidupku, hanya sesekali bertemu dengan tikungan tajam, namun tak
ku hiraukan mobil tetap berjalan dan aku masih melihat pemandangan indah diluar
sana. Aku belum mengerti bahwa tak selamanya jalan itu rata.
Pada saat itu aku masih
duduk dikelas 9 SMP, yah beberapa bulan lagi aku menempuh Ujian Nasional, hari
yang menentukan aku lulus atau tidak
selama belajar 3 tahun di salah satu SMP Negeri 20 Semarang, disana aku tergolong siswa yang
berprestasi, selalu mendapatkan rengking 5 besar dikelas. Aku belajar
sungguh-sungguh demi kelulusan itu, selalu optimis mendapatkan yang terbaik.
Bahkan aku berdoa dengan doa yang istimewa kepada Allah. Doa itu berisi : Ya Allah, Aku ingin sekali diterima di SMA
itu...
Hari demi hari ku lalui,
hingga suatu ketika aku dikenalkan seorang teman namanya Lutfi siswa SMP 39
Semarang oleh Ratih teman sekelasku. Hingga Ia menjadi cinta monyetku, ya pacar
pertamaku ... cinta yang dangkal sering kali dianggap cintanya anak kecil.
Dini hari, aku terjaga
oleh samar-samar bunyi ponsel.
“Tiit ...tiiittt.....” Ada
SMS pikirku. Rasa kantuk yang masih menggelayut, membuatku enggan bangkit dari
peraduan.
“Ah, nanti saja.
Paling-paling SMS tidak penting.” Aku
pun kembali terlelap.
Tiba-tiba saat aku bangun,
ibuku sudah berdiri disamping tempat tidurku dengan membawa ponselku yang tadi
berbunyi. Ibuku mengintrogasiku setelah membuka isi pesan itu.
“SMS dari siapa ini
Sis? Lutfi itu siapa ?” Tanya Ibu penasaran.
“Bukan SMS dari
siapa-siapa bu, mungkin itu salah kirim.” Jawabku dengan gugup.
“Kamu masih kecil nduk,
jalanmu masih panjang, belajarlah yang rajin biar kamu kelak jadi orang. Semua
pasti ada waktunya.
Aku tersentak, aku
sadar bahwa perkataan ibu tadi menyudutkanku, Aku ketahuan!
Seakan tak menghiraukan
nasihat Ibu, Aku tetap melanjutkan cinta monyetku dengan Lutfi sampai
detik-detik Ujian Nasional berlangsung. Aku merasa sangat optimis mendapatkan
nem sesuai targetku untuk bisa masuk ke SMA Negeri pilihan ku itu, aku rajin
mengikuti les, sampai 4 kali trayout lulus dengan hasil yang memuaskan, saat
itu aku sangat yakin bahwa Allah akan mengabulkan doa istimewaku itu. Aku
semakin terobsesi hingga saat pengumuman itu tiba, tetapi apa yang terjadi? Aku
dinyatakan Lulus dengan jumlah nem yang
sangat jauh dari harapanku.
Begitu mencengangkan,
Aku tak mengerti kenapa Aku harus mengalami ini, padahal semua persiapan nyaris
sempurna. Kegagalan itu merupakan pukulan pertama yang membuatku benar-benar
terpuruk, Aku kehilangan selera humor sampai sekitar 1 Minggu. Aku merasa
begitu frustasi.
“Kenapa begitu sulit
mendapatkan nilai yang bagus, padahal beberapa teman memperolehnya dengan
sangat mudah bahkan dengan tanpa belajar sekalipun ?
“Lantas Aku sekolah
dimana dengan NEM cuma segini ?”
Terbesit dipikiranku,
kesalahan yang membuatku terhenyak. Kesalahan yang tak terpikirkan sebelumnya.
Aku sangat menyesal tidak menuruti kata Ibuku dulu, mungkin ini yang namanya
hukum karma seperti Malin Kundang bedanya aku tidak dikutuk menjadi batu. Satu
hal yang aku lupakan, bahwa restu orang tua itu diatas segala-galanya.
“Maafkan aku Ibu...
“Teruslah berdoa, nduk.
Kami tahu engkau sudah berusaha sekuat tenaga, tapi nasib berkata lain. Kami
bangga nduk. Jangan menyerah ya, Engkau sudah sejauh ini.” Kata Ibu
menenangkanku.
“Aku tidak bisa lupaka
hari itu, Aku nyaris tidak percaya, hari dimana Aku berharap bisa masuk SMA
yang ku inginkan itu. Tapi kenyataannya
harus ku kubur dalam-dalam, harapan tinggal harapan. Ya Allah betapa tak
terduganya skenario waktu. Hati ku tak henti melesatkan Doa, sambil menahan air
mata yang mendesak-desak di pelupuk. Inilah masa dimana aku berhadapan dengan
jalan yang tak rata. Sungguh sulit mengucapkan itu, tapi toh aku harus
mengambil keputusan, hingga akhirnya aku memilih SMA yang tidak pernah terbesit
untuk sekolah disana tapi takdir berkata
lain dan sampai sekarang aku masih belajar disana. SMA N 1 Karangtengah Demak.
Aku tak boleh terbawa
perasaan, Aku disini untuk bangkit dan tegar. Aku menengadah menatap langit
Demak dari jendela ruang kelas X-5. Begitu bersih dan luas. Aku masih menghirup
udara, batinku berkata “ Allah masih temaniku memulai perjalanan baru ini.
Ternyata sekolah di Demak
adalah hal sulit yang ku alami. Bukan, bukan karena Aku takut kehilangan
kelayakan hidup, tetapi yang paling menyiksa adalah aku harus berpisah dengan
ke empat sahabat karibku Alifia, Nisa, Wulan, Eneng. Melewatkan hari-hari tanpa
mereka disisiku ? bisakah ? setiap momen bersama mereka, bahkan yang sederhana
sekalipun kini kurindukan. Lagi- lagi aku hanya bisa menengadahkan tangan
meminta-Nya menguatkan ku.
Hari demi hari ku
merasa sendiri tanpa mereka. Aku merasa seperti orang yang kalah dan tak punya
apa-apa. Sampai kusadari aku masih memiliki Allah, Aku mulai mendekat
kepada-Nya lebih tulus. Jika sebelumnya aku berdoa dengan perasaan bingung
bercampur kalut, kini aku mencoba memasrahkan semua perasaanku pada-Nya. Sejak
itu ku tata kembali hatiku. Seusai shalat malam, aku mencurahkan semua isi
hatiku pada-Nya.
Hal- hal yang dulu
tidak aku lakukan, tiba-tiba menjadi aktifitas rutinku. Bahkan aku mengikuti
petunjuk sebuah buku Doa. Aku berkomitmen tidak akan jatuh di lubang yang sama.
Aku tidak ingin pacaran dulu sampai cita-cita besarku terwujud. Rasanya semua
upaya aku kerahkan agar bisa semakin dekat dengan Allah. Semua itu kemudian
membuatku bisa berfikir positif dalam menjalani hari-hari baruku. Bertemu
dengan teman-teman baru, guru baru, dan lingkungan
baru.
Walau tidak aku
pungkiri, awal-awal masuk sekolah selalu menjadi petualangan baru buatku.
Entahlah, meski ada satu dua insiden yang menyebalkan namun aku masih bisa
melalui semuanya dengan lapang dada.
Aku tetap bersekolah
dengan normal, mendapat nilai nilai yang normal bahkan terbilang berprestasi
disekolah, menjadi juara karya tulis ilmiah, menjadi Paskibraka Kabupaten,
bahkan hal yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya, aku jadi ketua OSIS.
Aku mencoba mencari
maksud Allah disini, ternyata disekolah ini aku diberi kesempatan belajar
kesederhanaan hidup dari teman-teman yang baru. Aku menemukan cita-cita ku yang
sempat kulupakan
dan kini akan kuperjuangkan kembali.
Bertahun aku belajar dalam ketekunan doa, dalam keyakinan yang pasti. Namun
kenyataanNya ada hal lain yang
kemudianaku sadari. Semakin aku belajar, kian aku sadar masih banyak yang belum
aku tahu tentang islam. Semakin aku mengerti betapa masih sangat jauhnya aku
dari perintah-perintah Allah. Tiba-tiba aku sadar, aku malu menagih doa-doaku. Betapa tidak
sopannya aku, meminta doa mendesak pada yang Maha Kuasa, tapi aku tidak memperdulikan permintaan-NYA, Aku masih
belum berjilbab!
Kisah hidup yang tak
rata memasuki babak berikutnya...
Ibu memang sosok yang
hangat. Dalam bayanganku, kebahagiaan bersama ibu akan terus kualami. Hingga
ujian terberat itu datang.
Awalnya, ibu sering
merasa masuk angin. Dadanya sering sesak dan terasa perih. Kami mengira ibu
hanya masuk angin karena terlalu lelah. Ibupun mencoba meminum obat masuk angin
biasa. Tapi rasa sakit di dada sebelah kanan ibu tak kunjung sembuh. Merasa
tidak nyaman, ibu lalu memeriksakan diri kedokter.
Tidak disangka-sangka,
hasil pemeriksaan itu membuat kami sekeluarga risau. Bagaimana tidak ? kata
dokter, di dada sebelah kanan atas ibu terdapat sebuah benjolan. Dan
kemungkinan besar itu adalah tumor!
Masya
Allah!
Beberapa hari kemudian
ibu diminta kerumah sakit untuk memeriksakan benjolan itu lebih lanjut, tentu
saja dengan persetujuan Bapak. Dokter akan meneliti lagi, benjolan itu berjenis
apa. Apakah hanya tumor jinak atau tumor ganas.
Kami sekeluarga merasa
takut. Takut sekali. Disatu sisi aku tidak mau percaya pada kata-kata dokter
dan berharap dokter salah mendiagnnosa. Tapi di lain sisi, jauh didalam lubuk
hatiku, aku sangat bertanya-tanya. Benjolan apa yang bersarang di pundak ibu
? ternyata kata dokter, itu tumor
Ya
Allah, Ya Rabb..apa dosa yang telah kami perbuat ? Mengapa ibu yang harus menanggungnya? Hukumanmu-Mu kah ini, ya Robbi? Tetapi
kenapa harus kami, ya Allah?
Hatiku gundah, hampir
tidak percaya itu menimpa ibu. Ibu yang kami cintai, ibu yang selama ini menjadi pelita dalam keluarga, ibu
yang membuat duniaku dan adiku penuh warna.
Siang dan malam aku
berdoa. Bapak menguras habis tabungan. Itupun belum cukup. Bapak terpaksa menebalkan
muka berhutang sana-sini untuk membiayai ibu berobat. Tapi tidak ada jalan lain
kecuali mengikuti anjuran dokter. Ibu harus segera di operasi. Ya Allah,
jadikanlah cara ini sarana untuk menyembuhkan ibu. Hatiku menangis, menjerit pilu
melihat kondisi ibu yang kian hari kian sakit-sakitan.
Aku, bapak dan adik
harus pandai-pandai mengatur waktu untuk bergantian menjaga ibu dirumah sakit.
Sering kupandangi jari-jari tangan ibu. Jari-jari yang dulu pernah merawatku.
Memandikan dan menyuapiku. Yang dulu memasang kancing-kancing bajuku. Kini
terkulai lemah, tak berdaya. Ahh ibu... air mataku berderai-derai.
Ya
Allah, hatiku meronta-ronta dan terasa sangat pilu menghadapi semua ini. Tolong
sembuhkan ibu ya Allah, agar semua kembali berjalan normal. Sekali lagi kumohon
ya Allah..
Proses operasi
pengangkatan tumor didada ibu akhirnya selesai juga. Itu merupakan perjuangan
berat yang harus ibu jalankan. Dokter memberi kabar bahwa operasi memberikan
hasil yang melegakan. Benjolan di dada ibu berhasil diangkat. Kami sekeluarga
memiliki harapan yang besar atas kesembuhan ibu. Kini tinggal proses pasca
operasi dan menunggu kesembuhan ibu. Alhamdulillah, Allah menjawab doa
orang-orang yang menyayangi ibu termasuk aku. Ibu sehat kembali seperti sedia
kala.
Terimakasih
ya Allah. Doaku telah engkau kabulkan
, batinku penuh rasa syukur.
Allahu Akbar ! di saat
aku telah putus asa dengan keadaan. Dengan kekuasaan-Nya, Dia melepaskanku dari
kesulitan. Dan membuat impianku menjadi kenyataan. Semua hal baik itu
benar-benar terjadi. Terkadang aku masih meras takut semua keajaiban ini
hanyalah mimpi. Namun, saat kupandang keluargaku menikmati suasana sore dengan
wajah canda tawa, aku tahu ini nyata. Terimakasih Ya Allah …
Kejadian ini membuatku
semakin percaya akan keajaiban doa. Semakin yakin bahwa tidak ada yang tak
mungkin bagi Allah SWT. Mohonkan pintamu pada-Nya dengan khusyuk dan pasrah.
insyaAllah, Dia akan berkenan mengabulkannya. Karena Dialah Allah yang Maha
Pengasih dan Penyayang pada hamba-Nya. Dan tidak ada sesuatu yang sia-sia dihadapan Allah.
Semua akan indah pada waktunya.
Terdengar sederhana,
namun dahsyatnya luar biasa kurasakan. Betapa jelas pertolongan-Nya. Aku larut
dalam sujud syukurku, meyakinkan hatiku bahwa aku bisa melalui semua ini.
Semoga
saja ya Allah,
Dosa-dosa
kami tergugurkan lewat ujian ini.
Dan
kami terlahir kembali
Menjadi
pribadi yang soleh dan solehah
Yang
makin dekat dengan-Mu.